Asosiasi Sopir Pariwisata Bali

  • parade
  • sunset
  • tree
  • aspaba-bedugung-temple
  • aspaba-rice-terrace
  • aspaba-tanahlot

Archive for the ‘Informasi Wisata’ Category

Fenomena Gunung Agung Bertedung

oleh aspaba · Karangasem

Fenomena alam kerap kali terasa aneh dan menakjubkan. Datang dan perginya pun sering tak terduga. Begitu banyak fenomena hadir di muka bumi ini, dan manusia memaknainya dengan berbagai sudut pandang dan tafsir. Ada yang membacanya dengan kacamata ilmiah, ada pula yang melongoknya dari jendela mistis. Dari sudut mana pun kamu melihatnya, fenomena Gunung Agung bertedung awan yang terjadi pada hari raya Galungan ini sungguh memesona. Silahkan memaknai fenomena yang muncul di hari besar yang berentetan dengan hari raya dan upacara-upacara besar lainnya di Bali yakni Panca Bali Krama, Nyepi, Kuningan, Bhatara Turun Kabeh tersebut…

Foto Gunung Agung Bertedung di atas adalah pemandangan Gunung Agung yang diambil pada tanggal 18 Maret 2009 pukul 17.55 Wita oleh Jro Mangku Bagiartha dari perbatasan desa Pempatan-Suter, Kecamatan Rendang, dengan kamera ponsel.

Di bawah adalah foto-foto pemandangan Gunung Agung yang di ambil sebelum dan sesudah munculnya fenomena “Gunung Agung Bertedung” tersebut.

Foto ini dibuat oleh Maria Ekaristi pada tanggal 16 Maret 2009 pukul 08.55 Wita dari jalan Dalem Puri, desa Besakih, dengan kamera digital.

Foto ini dibuat oleh Jro Mangku Nyoman Artawan pada tanggal 18 Maret 2009 pukul 18.12 Wita dari pelataran Pesucian, sisi kiri Pura Penataran Agung, Besakih dengan kamera ponsel.

Sekadar catatan, menurut para Pemangku di Pura Agung Besakih, setiap kali ada upacara besar di pura tersebut, selalu ada fenomena menakjubkan yang terlihat di kawasan puncak Gunung Agung. Yang paling kerap adalah fenomena cincin awan melingkari kepundan gunung tertinggi di Bali itu.

Hindari Pemerasan oleh Oknum Guide Lokal Besakih

oleh aspaba · Karangasem

Wisatawan yang berkunjung ke pura Besakih kerap mendapat perlakuan tak menyenangkan dari pemandu wisata lokal di kawasan tersebut. Selasa (26/5/2009) lalu, Pemerintah Kecamatan Rendang memberi teguran keras kepada lima orang pemandu wisata yang tergabung dalam kelompok guide khusus di Besakih karena ulahnya yang tak terpuji saat memandu wisatawan. Dengan caranya masing-masing, ke-lima pemandu tersebut melakukan pemerasan terhadap wisatawan asing.

“Jika tetap membadel, sanksi berikutnya adalah pencabutan lisensi sebagai pemandu wisata di sana ,” ucap Sekretaris Kecamatan Rendang, I Made Kusuma Negara.

Selama ini, para pelancong yang berkunjung di pura Besakih diharuskan membeli tiket seharga Rp. 8 ribu di loket yang letaknya di dekat pintu gerbang. Di depan loket tersebut berjaga beberapa petugas yang mengingatkan para pelancong yang memakai celana pendek di atas lutut untuk memakai kain sarung. Jika tidak membawa kain, oleh mereka disarankan untuk membeli atau mengenakan kain sarung milik petugas di sana. Sarung tersebut satu paket dengan pemandu wisata yang akan mengantarkan pelancong itu berkeliling melihat-lihat keunikan pura terbesar di Bali tersebut. Dari loket tadi, para pelancong masih harus berjalan menanjak sekitar satu kilometer untuk mencapai Pura Besakih. Bagi yang tidak kuat, dapat memanfaatkan fasilitas ojek.

Nah, jarak yang jauh dan ketidaktahuan pelancong inilah yang kerap menjadi ruang bagi para pemandu wisata yang nakal untuk melakukan pemerasan. Misalnya, meminta tambahan fee setelah mengajak tamu tersebut berkeliling.

Kusuma Negara mengimbau agar wisatawan yang merasa dirugikan oleh pemandu wisata local di sana untuk segera melaporkan kepada petugas kepolisian yang bertugas di sana. Saat melaporkan, minta identitas petugas yang menerima laporan tersebut. Dengan demikian, paparnya, keluhan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan cepat dan akurat.

“Selama ini sejumlah tamu yang komplin sering menyampaikan setelah lewat beberapa hari, sehingga begitu hendak dikonfrontasikan tamu tersebut sudah siap kembali ke negaranya,” tandas Kusuma Negara.

Saat ini guide khusus Besakih berjumlah 285 orang setiap harinya. Mereka terbagi dalam empat shift yang masing-masing terdiri 50 orang. Menurut aturan resmi, sebagai petugas yang wajib melayani wisatawan, para pemandu tersebut memperoleh fee sebesar Rp 2.400 dari tiket masuk Rp 10 ribu untuk wisatawan asing dan Rp 8 ribu untuk wisatawan domestik. Namun, kenyataan di lapangan para pemandu tersebut meminta fee sebesar Rp. 30 ribu kepada wisatawan.

Kunjungan wisatawan ke kawasan Pura Besakih saat ini menjukkan peningkatan dari 19.379 orang pada hingga April 2008 menjadi 64.624 orang pada April 2009.

Tip Berwisata ke Besakih:
Bawa kain sarung sendiri, kenakan saat hendak masuk ke kawasan pura.
Siapkan pengetahuanmu tentang pura Besakih sebelum melancong ke sana.
Jika hendak menggunakan jasa pemandu wisata, tanyakan terlebih dahulu apakah mereka akan mengenakan biaya tambahan.
Saat melakukan tawar menawar itu, buat foto untuk mengetahui dengan siapa kamu bernegosiasi.
Bila hendak menggunakan ojek, lakukan tawar menawar. Tarif ojek saat ini berkisar antara Rp. 15 ribu hingga Rp. 25 ribu.
Jika ada hal yang membuatmu kecewa, segera laporkan di pos polisi terdekat. Tunjukkan foto yang kamu buat sebelumnya untuk memudahkan pengidentifikasian.

Upacara Mapepada di Pura Manik Mas Besakih

oleh aspaba · Karangasem

Pura Manik Mas, salah satu pura di kompleks Pura Besakih, baru saja usai dipugar. Untuk menyucikan pura tersebut agar dapat digunakan sabagai sarana persembahyangan, pura tersebut ‘diresmikan’ kembali melalui upacara Pamelaspas, Mendem Pedagingan dan Ngenteg Linggih. Serangkaian dengan itu, hari Minggu (15/2/2009) lalu diselenggarakan upacara Mapepada Tawur yaitu upacara penyucian hewan-hewan yang akan digunakan sebagai kurban dalam upacara.

Upacara Mapepada Tawur ini dipimpin oleh Ida Pedanda Wayahan Tianyar dari Griya Menara, Sidemen – Karangasem diikuti oleh para Pemangku Pura Agung Besakih, umat dari Pemaksan Ulun Kulkul dan dari kabupaten Jembrana selaku pangempon (penyokong) pura ini.

Pada upacara Mapepada ini yang disucikan adalah kambing sebagai wewalungan (binatang persembahan) utama. Kambing tersebut disucikan, didoakan dan diiringkan melakukan purwa daksina (berkeliling tiga kali searah putaran jarum jam). Selanjutnya, pada kambing tersebut dilakukan prosesi malepas prani atau peleburan arwah dengan menusukkan secara simbolis tombak keramat ke tubuhnya.

 

 

Melasti Panca Bali Krama, Diperkirakan 1500 Orang

oleh aspaba · Karangasem

Ritual Melasti ke pantai Klotok, Klungkung akan menjadi satu perhelatan besar dalam rangkaian upacara Panca Bali Krama, yaitu ritual keagamaan yang dilakukan setiap sepuluh tahun sekali di Pura Besakih. Melasti adalah upacara penyucian Pratima (benda-benda sakral simbolisasi kekuasaan Tuhan) yang dilakukan di pantai. Ritual ini akan diselenggarakan tanggal 21, 22 dan 23 Maret 2009 dan diperkirakan akan diikuti oleh tak kurang dari 1500 umat. Mereka akan berjalan kaki sambil mengusung Pratima dari pura yang terletak di lambung Gunung Agung itu menuju pantai Klotok yang berjarak sekitar 40 kilometer.

Dari Klotok, iring-iringan akan menginap semalam di Pura Penataran Agung, Klungkung. Keesokan harinya iring-iringan berangkat menuju Besakih melalui jalur desa Paksebali, berisitirahat sejenak di Pura Tohjiwa lalu melanjutkan perjalanan melalui jalur Sidemen dan menginap semalam di Pura Puseh Tebola, Sidemen , Karangasem.
Tanggal 23 Maret iring-iringan berangkat menuju Pura Besakih melalui jalur desa Selat melewati Toya Esah. Setelah memasuki kawasan Besakih, Pratima akan disambut dengan ritual Pesandekan dan Pamendak Alit (penyongsongan kecil) di Pura Pasimpangan Besakih. Setelah itu lanjut menuju Pura Penataran Agung Besakih.

Setiba di halaman depan Pura Penataran Agung Besakih, Pratima akan disambut dengan ritual Pamendak Agung (penyongsongan besar) bersamaan dengan penyongsongan Ida Bhatara Tirtha, air suci dari Sad Kahyangan (enam pura utama) Bali, Gunung Semeru, Gunung Agung dan Gunung Rinjani yang prosesinya dilakukan oleh rombongan lain sehari sebelum ritual Melasti.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, upacara agung Panca Bali Krama akan berlangsung selama 42 hari yang pelaksanaannya secara resmi akan dimulai pada 25 Februari 2009.

Upacara Sepuluh Tahunan di Pura Besakih

oleh aspaba · Karangasem

Penduduk Bali sebagian besar beragama Hindu yang memiliki berbagai upacara ritual yang unik dan penuh pesona. Hampir setiap hari di pulau yang dijuluki ‘pulau seribu pura’ ini dapat dijumpai acara ritual untuk mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta, yang ketiganya mereka sebut dengan Tri Hita Karana. Satu di antara sekian banyak ritual itu adalah upacara Panca Bali Krama yang di selenggarakan di Pura Besakih setiap 10 tahun sekali.

Setelah upacara Panca Bali Krama yang diselenggarakan pada tahun 1999, kini masyarakat Hindu Bali menyelenggarakan kembali upacara tersebut yang puncaknya jatuh pada tanggal 25 Maret 2009.

Rangkaian upacara Panca Bali Krama tahun ini sudah dimulai dengan ngakuagem (pernyataan kesiapan) di pura Penataran Agung Besakih, Senin (12/1) lalu. Sementara ritual nuasen karya (menetapkan hari-hari baik rangkaian upacara), mohon air suci dan penyucian alam dan diri dilaksanakan di Pura Dalem Puri Besakih pada hari Minggu (25/1).

Setelah puncak upacara pada tanggal 25 Maret 2009, upacara terus dilaksanakan selama sebulan hingga pelaksanaan penyineban (upacara penutupan) pada tanggal 24 April 2009.

Perang Tanpa Benci di Bulan Juni

oleh aspaba · Karangasem

Hampir seluruh perang di muka bumi ini dilakukan dengan semangat bermusuhan. Sorot mata orang-orang yang terlibat dalam perang selalu menyiratkan dendam dan kebencian terhadap kelompok yang dihadapinya. Hanya di desa Tenganan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, terjadi perang yang dilakukan dengan wajah ceria di antara orang-orang yang saling berhadapan. Meski kulit tubuh mereka robek dan berdarah oleh lawan, mereka tetap tersenyum kepadanya.

Perang macam apa itu? Itulah tradisi Perang Pandan yang dalam bahasa setempat disebut Mekare-kare. Perang ini adalah atraksi khas masyarakat Tenganan, sebuah desa yang terletak di belahan timur Pulau Bali, sekitar 75 kilometer dari Kuta. Setiap tahun, tradisi perang pandan ini dilakukan selama dua hari, biasanya pada pertengahan bulan Juni.

Perang ini dilakukan oleh para pemuda Tenganan. Saat perang mereka mengenakan kain adat Tenganan dan bertelanjang dada. Senjata mereka adalah seikat daun pandan berduri dan sebuah perisai dari anyaman rotan untuk melindungi diri. Bagi masyarakat Tenganan yang dikenal sebagai masyarakat Bali Aga (Bali Asli), perang pandan bukanlah atraksi untuk mencari kalah-menang, melainkan merupakan bagian dari ritual pemujaan kepada Dewa Indra yang dipuja sebagai dewa perang. Sebelum perang digelar, acara diawali dengan dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan. Setelah perang usai, acara ditutup dengan persembahyangan di Pura setempat dilengkapi dengan menghaturkan tarian sakral yang disebut Rejang. Jadi, laga yang dilakukan hingga saling menggucurkan darah itu adalah bentuk penghormatan bagi Sang Dewa.

Pemujaan terhadap Dewa Indra ini bermula dari kepercayaan masyarakat bahwa berabad-abad silam wilayah Tenganan dicengkram oleh seorang penguasa yang kejam dan lalim bernama Maya Denawa. Raja bengis tersebut tidak hanya memperlakukan rakyat secara semena-mena, bahkan menjadikan dirinya sebagai Tuhan. Ia memerintahkan begundalnya untuk membunuhi siapa pun yang berani melakukan ritual keagamaan.

Menyaksikan perilaku Maya Denawa itu, para dewa di surga pun murka. Selanjutnya mereka mengutus Dewa Indra untuk memimpin pertempuran melawan si raja lalim. Melalui pertempuran sengit, Maya Denawa dapat dilumpuhkan dan Dewa Indra lalu tampil sebagai penggantinya.

Jika ingin melihat dari dekat bagaimana perang pandan berlangsung, bersiaplah untuk hadir di Tenganan pada pertengahan bulan Juni mendatang.

Sate Gurita, ‘Menendang’ Bumbu di Rongga Mulut

oleh aspaba · Karangasem

Bagi para pecinta ‘wisata lidah’ sajian sate dari daging sapi, kambing, ayam, bebek, babi, kelinci, atau ikan tentu sesuatu yang biasa. Tapi sate gurita, mungkin merupakan sesuatu yang istimewa. Ya, di Bali, sate gurita memang tergolong istimewa. Selain karena rasanya, tentu karena ketersediaan bahan bakunya yang langka.

Di seantero Bali, tak banyak ditemui warung atau rumah makan yang menyediakan sate gurita. Satu di antara yang sedikit itu adalah Warung Mek ‘D’ yang terletak di jalan raya antara Kota Karangasem dan Pantai Tulamben. Persisnya di Dusun Labasari, Desa Abang, Karangasem, Bali. Di warung itu, tidak hanya sate yang tersedia melainkan juga rawon gurita. Dan, penganan ini sudah disajikan oleh Ni Made Ririp, sang pemilik warung, sejak lebih dari sepuluh tahun.

Sepintas sate gurita yang disajikan tampak seperti sate ikan biasa. Bentuk dan ukurannya nyaris tak ada bedanya. Tapi, begitu anda mencobanya, anda akan mendapatkan sensasi rasa yang sangat berbeda. Dalam baluran bumbu rempah-rempah,rasa daging gurita menyerupai daging cumi-cumi terasa begitu nikmat. Di dalam mulut, kekenyalan daging gurita yang khas seolah menendang bumbu yang lezat itu ke kiri-ke kanan sehingga seluruh rongga mulut dapat merasakannya.

Sepintas, tampilan dan rasa bumbu sate gurita Made Ririp persis dengan bumbu Sate Padang. Bumbu itu berbasis tepung dan aneka rempah yang selain terasa gurih juga ‘membunuh’ rasa amis pada gurita.

Sementara untuk rawon gurita, cara memasak dan bumbunya serupa dengan rawon daging sapi yang banyak di jual di mana-mana.

Untuk keperluan membuat sate dan rawon gurita, setiap harinya Ririp membeli lima hingga delapan gurita segar berukuran sedang atau besar. Masing-masing gurita beratnya sekitar 2 kilogram hingga 3 kilogram.

“Jadi, setiap hari diperlukan sekitar 30 kilogramlah,”ujar Ririp.

Gurita-gurita tersebut, menurut Ririp, merupakan hasil tangkapan nelayan di wilayah Karangasem dan Buleleng.

Untuk membuat sate gurita, mula-mula daging gurita segar direbus hingga matang. Setelah didinginkan daging itu dipotong kecil-kecil lalu ditusuk dengan lidi bambu. Setiap tusuk terdiri dari empat potong daging gurita. Setelah itu, barulah daging tersebut dipanggangdi atas bara api.

Oleh Ririp satu porsi sate (juga rawon) gurita ‘dibandrol’ seharga Rp 15 ribu. Itu sudah termasuk nasi putih dan tambahan pepes ikan.

O, iya, letak Warung ‘D’ milik Rirp ini sekitar 94 kilometer dari Kuta. Jauh? Mungkin saja, jika anda hanya mencari sate itu dari Kuta. Tetapi jika anda menyatukannya dengan program kunjungan ke pantai Tulamben, maka itu akan sekali jalan.

Bagaimana jika anda tak punya rencana ke Tulamben, tetapi menginginkan sate gurita? Tenang! Anda dapat memperolehnya di sebuah gerai di Pasar Bulan, Batubulan, Gianyar. Sekitar 14 kilometer dari Kuta. Letaknya persis di sebelah timur Sahadewa Barong Dance, wahana yang menampilkan tari kecak dan barong secara regular setiap hari. Jadi, anda dapat menikmati sate gurita sebelum menonon barong.

Jika pertunjukan mulai pukul 09.30, datanglah ke Batubulan pukul 08.00 untuk sarapan dengan lauk sate gurita. Untuk satu porsi terdiri dari delapan tusuk sate gurita, anda cukup merogoh kocek sebesar Rp5 ribu. ***

Perjalanan ke Bali Timur dari Sisi Selatan

oleh aspaba · Karangasem

Hampir seluruh lekuk pantai dan desa di pulau Bali menarik untuk dikunjungi, termasuk yang terdapat di bagian timur pulau ini. Di wilayah yang termasuk dalam kabupaten Karangasem itu terdapat antara lain obyek wisata Tengangan, Candidasa, Taman Tirta Gangga, Istana Ujung, Pantai Tulamben, pantai Amed, dan banyak lagi. Berikut ini adalah gambaran rute, jarak dan waktu tempuh dari Kuta menuju pantai Amed atau Tulamben, dua pantai yang terkenal dengan pemandangan bawah lautnya.

Perjalanan ini ditempuh dengan mobil dalam kecepatan sedang (rata-rata 60 km per jam) melalui jalan bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Jika kamu berangkat dari Kuta, melalui jalan bypass Simpang Siur, kamu memerlukan waktu 30 menit untuk tiba di pintu jalan bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, kamu akan tiba
di perempatan Pantai Lebih. Jika ingin mampir di pantai ini untuk sarapan, kamu tinggal belok kanan sekitar 25 meter ke arah pantai. Di sana kamu bisa menyantap menu sea food sambil menikmati pemandangan pantai.

Dari pantai lebih, terus melaju ke arah timur, dalam waktu kurang lebih 15 menit kamu akan tiba di Pura Goa Lawah. Kamu bisa singgah di sana sejenak untuk melihat-lihat keunikan pura yang berada di depan goa besar yang dipenuhi dengan ribuan kelelawar. Di depan pura kamu bisa membeli beberapa souvenir dengan harga yang tak terlalu mahal. Tapi ingat, adakan tawar menawar sebelum menyepakati harganya.

Dari Pura Goa Lawah, perjalanan dilanjutkan lagi. Dalam 10 menit kamu akan tiba di pertigaan (traffic light) Pelabuhan Padang Bai. Jika ingin mampir, silakan. Sekadar informasi, pemandangan di sana cukup menarik. Namun nuansa pelabuhannya yang lebih kental terasa. Beberapa kilo meter dari pertigaan tersebut terdapat obyek wisata menyelam. Namanya Bloo Lagoon. Kalau kamu masuk ke sana, bisa jadi perjalananmu hari itu terhenti di sana. soalnya, pantai di sana punya daya tarik untuk melakukan snorkeling. Alamdan ikan-ikan hias di perairan tersebut indah dan beragam.

Katakanlah kalian lanjut, dalam 14 menit kamu akan tiba di pertigaan Manggis. Cirinya ada tugu berbentuk buah manggis di pertigaan tersebut. Ikuti saja jalan utama, lima menit kemudian kamu akan tiba di pertigaan Tenganan. Tenganan adalah sebuah desa kuno di Bali. Orang menamakannya desa Bali Aga. Kalau kamu mau berkunjung ke desa tersebut, berbeloklah ke kiri sekitar satu kilometer. Jalan yang kalian lalui akan berujung pada jalan buntu persis di depan gerbang desa tua tersebut. parkirkan mobilmu di dekat situ dan masuklah dengan berjalan kaki.

Dari Tenganan, perjalanan berlanjut. Dalam waktu sekitar 32 menit kalian akan tiba di pertigaan pantai Amed. Kalau kamu memilih Pantai Amed, kamu tinggal berbelok ke kanan sekitar 13 kilometer. Kalau kamu memilih pantai Tulamben, kamu harus melanjutkan perjalanan sekitar 14 kilometer lagi yang dapat kalian tempuh dalam waktu hanya 14 menit saja. Dalam perjalan ke sana, kamu akan melewati jalan-jalan berkelok dengan pemandangan alam yang indah.

Uang Kepeng, Suvenir Unik dari Desa Kamasan

oleh aspaba · Klungkung

Uang kepeng sangat dekat dengan kehidupan masyarakat di Bali. Uang dengan lubang di tengahnya itu diduga masuk ke Bali sejak abad ke-7 pada era Dinasti Tiang berkuasa di dataran Tiongkok. Saat itu. di Bali, uang tersebut berfungsi sebagai alat tukar. Belakangan, seperti yang tersurat dalam prasasti Sukawana yang berangka tahun 882 Masehi, uang kepeng ditengarai telah mempunyai fungsi sebagai sarana upacara agama Hindu di Bali. Dari jenisnya, uang kepeng yang beredar di Bali merupakan produksi China, Korea, Jepang dan Indonesia sendiri.

Pada zaman dahulu uang kepeng merupakan satuan terkecil sehingga paling mudah untuk menentukan jumlah satuan baik sebagai alat tukar maupun sebagai sarana upacara. Namun kini, karena jenis uang itu semakin langka, dalam beberapa hal nilai uang itu kerap diganti dengan koin yang berlaku saat ini sesuai dengan nilai tukarnya.

Sejak 2002 Pemerintah Provinsi Bali melakukan upaya untuk melestarikan produksi uang kepeng. Produksinya dipusatkan di desa Kamasan, Klungkung, sekitar 40 kilometer dari Kuta. Sejak saat itu, uang kepeng diproduksi secara rutin. Selain untuk memenuhi kebutuhan sarana upacara, juga sebagai suvenir. Dalam sehari sedikitnya 5 ribu keping uang kepeng diproduksi di desa itu. Harga satu kepingnya relatif murah, yakni Rp 700.

Jenis-jenis suvenir yang berbahan uang kepeng ini sangat beragam, antara lain liontin, gelang tamiang (perisai), patung, dan berbagai bentuk miniatur rumah. Kisaran harga suvenir tersebut antara Rp 25 ribu sampai Rp 7,5 juta.

Alamat workshop industri uang kepeng desa Kamasan ini adalah di jalan Br. Jelantik Kori Batu, desa Tojan, Klungkung. Bisa juga kalian kunjungi etalase mereka di Perum Puri Candra Asri Blok A/17 Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Telp. (0361) 468187, 464041, 4642219.

Trekking

oleh aspaba · Tabanan

Trekking atau mendaki gunung adalah satu aktivitas wisata alam yang cukup mengasyikkan. Jenis aktivitas ini membuat kamu menjadi dekat dengan alam. Di Bali cukup banyak jalur trekking yang dapat kamu jajal. Semua jalur tersebut menawarkan keindahan alam yang menakjubkan.

Trekking ke Gunung Agung
Gunung Agung adalah gunung tertinggi di Bali. Tingginya sekitar 3.031 meter dari permukaan laut. Gunung ini berada di wilayah kabupaten Karangasem, di Bali bagian timur. Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa. Oleh karena itu, mereka menjadikannya sebagai tempat kramat yang disucikan. Namun demikian, gunung yang terakhir kali meletus pada tahun 1963 ini tetap tebuka untuk didaki.

Gunung Agung memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang terkadang mengeluarkan asap dan uap air. Dari Pura Besakih gunung ini nampak seperti kerucut yang runcing. Padahal sebenarnya puncak gunung ini memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar.

Dari puncak gunung Agung kamu dapat melihat puncak Gunung Rinjani yang berada di pulau Lombok, meskipun kedua gunung sama-sama tertutup awan.

Jalur Pendakian ke Gunung Agung
Pendakian menuju puncak gunung ini dapat dimulai dari tiga jalur pendakian yaitu :
• jalur selatan, dari Selat lewat Sangkan Kuasa.
• jalur tenggara, dari Budakeling lewat nangka
• jalur Barat daya, merupakan jalur pendakian yang umum digunakan oleh para pendaki, yaitu dari Pura Besakih.

Untuk menghormati kepercayaan setempat, disarankan bagi para pendaki untuk tidak membawa makanan berbahan sapi, karena areal gunung ini sangat disucikan.

Trekking ke Gunung Batur
Gunung Batur berada di wilayah Kabupaten Bangli. Tingginya 1.717 meter di atas permulaan laut, dan tergolong gunung berapi yang aktif. Terletak di barat laut Gunung Agung, gunung ini memiliki kaldera berukuran 13,8 x 10 kilometer dan merupakan salah satu yang terbesar dan terindah di dunia. Pematang kaldera tingginya berkisar antara 1267 meter hingga 2152 meter. Di dalam kaldera pertama terbentuk kaldera kedua yang berbentuk melingkar dengan garis tengah lebih kurang tujuh kilometer.

Gunung Batur telah berkali-kali meletus. Sejak tahun 1804, Gunung Batur telah meletus sebanyak 26 kali. Letusan paling dahsyat terjadi tanggal 2 Agustus-21 September 1926. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur. Letusan terakhir terjadi tahun 2000.
Pendakian ke gunung Batur menjanjikan pesona yang tiada tara saat kamu tiba di puncak menjelang matahari terbit. Pada saat itu, kamu akan menyaksikan keindahan alam Bali yang disirami cahaya pagi. Selain hamparan danau Batur, dari titik yang sama kamu dapat menyaksikan gunung Agung yang menjulang anggun, bahkan gunung Rinjani yang berada di pulau Lombok.

Starting point pendakian ke gunung Batur biasanya di depan Pura Jati, Toya Bungkah Kintamani. Biasanya, langkah pertama telah diayunkan pada sekitar pukul 04.00 pagi. Dengan langkah normal, perjalanan ke pucak akan memakan waktu selama dua jam.

Biaya
Jika melakukan trekking dengan biro perjalanan, untuk satu kali trip, kamu dikenakan biaya sekitar Rp 550 ribu per orang. Harga tersebut sudah termasuk transfer dari dan ke hotel, pemandu, lampu penerangan selama pendakian, air mineral, buah, tiket masuk obyek air panas dan menggunakan pemandiannya, makan siang, dan donasi-donasi.

Ada juga yang menawarkan paket menginap dengan harga Rp 750 ribu per orang (minimal dua orang). Harga itu sudah termasuk transfer dari dan ke hotel, minuman selamat datang, makanan ringan, makan malam, soft drink, pemandu, lampu penerangan selama pendakian, air mineral, kamar standar untuk dua orang, makan pagi ala gunung, buah, tiket masuk obyek air panas dan menggunakan pemandiannya, makan siang dan donasi.

Two in One Trekking: Gunung Agung dan Gunung Batur
Jika kamu mau melakukan trekking ke dua gunung sekaligus, mungkin jadwal berikut ini dapat kamu jadikan pegangan.

Hari pertama
Menujulah Kintamani. Kamu dapat menginap di salah satu hotel yang terdapat di Toya Bungkah, di kaki gunung Batur. Beberapa hotel di situ menawarkan fasilitas beredam di kolam-kolam air panas alami.

Hari Kedua
Pagi-pagi sekali memulai pendakian ke puncak gunung Batur untuk melihat pemandangan indah saat matahari terbit. Setelah menikmati pemandangan Kintamani dana danau Batur, kamu balik ke Toya Bungkah. Kamu bisa melancong dulu ke obyek wisata di sekitar danau batur. Atau, berendam di kolam air panas untuk relaksasi. Menjelang sore, berangkatlah ke Besakih atau ke Pasar Agung melalu jalur Penelokan-Rendang. Selanjutnya kamu bermalam di salah satu tempat yang kamu pilih sebagai base camp. Dari Toya Bungkah, perjalanan ke kedua tempat tersebut memakan waktu antara tiga sampai empat jam.

Hari Ketiga
Pagi-pagi sekali mulailah berangkat menuju puncak gunung Agung. Jika tepat memperhitungkan waktu, kamu akan dapat menikmati matahari terbit dari puncak gunung tertinggi di pulau Bali itu. Dengan langkah normal, kamu akan tiba kembali di base camp Pasar Agung atau Besakih pada sore hari. Kamu bisa langsung beranjak menuju Kuta atau tempat lain di mana kamu merencanakan untuk tinggal selanjutnya.

Jika kamu mempercayakan pengaturan pendakian tersebut kepada biro perjalanan, mereka akan meminta bayaran sekitar Rp 2.600.000 per orang dengan peserta minimal dua orang. Harga itu sudah termasuk transfer hotel di Kuta/Sanur/Nusa Dua/Ubud, juga termasuk porter, penunjuk jalan, biaya masuk ke Taman Nasional Gunung Agung, peralatan pendakian, sleeping bag, alat memasak, matras, lampu badai, makanan, asuransi. Di luar itu, akan dikenakan tambahan biaya lagi.

Perlengkapan Penting
Lotion peredam sengatan cahaya matahari (sun block), topi, kaca mata pereduksi cahaya matahari (sun glasses), kamera, handuk kecil, T-shirt, celana panjang, jaket tebal, jas hujan, tongkat.

Jalur Trekking Lain
Selain dua tujuan di atas, masih ada jalur trekking yang lain yang tak kalah mengasyikkannya. Bahkan beberapa jalur di antaranya melewati alam pedesaan Bali sehingga kamu dapat menyaksikan dari dekat bagaimana kehidupan masyarakat pedesaan di Bali sehari-hari.

Tujuan-tujuan trekking tersebut antara lain:
– Gunung Batukaru
– Puncak Mangu
– Hutan Bedugul
– Danau Tamblingan
– Danau Buyan